REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla harus mempertimbangkan dengan saksama apabila pada era pemerintahan mereka akan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
“Pemerintahan Jokowi-JK tidak perlu terburu-buru dalam menaikkan BBM bersubsidi. Jika seperti itu, dapat menjadikan sebuah pukulan bagi masyarakat karena harga kebutuhan pokok akan naik,” kata Salamuddin di Jakarta, Jumat.
Dia menyarankan Jokowi-JK agar mengoptimalkan penerimaan dan efisiensi rutin. Dengan begitu, pemerintahan baru tersebut tidak terlalu cepat dalam mencabut subsidi serta menaikkan harga BBM.
Sementara itu, Manajer Riset dan Monitoring IGJ Rachmi Hertanti mengatakan bahwa pilihan menaikkan harga BBM bersubsidi muncul karena dipicu oleh defisit neraca pembayaran akibat tingginya impor migas.
Defisit itu, menurut dia, karena adanya ketergantungan ekonomi kita pada negara asing. Hal ini tidak pernah dibuka sehingga tidak diketahui.
“Pengurangan subsidi itu seharusnya menjadi solusi jangka pendek saja, sedangkan untuk jangka panjangnya adalah kita menghentikan ketergantungan dari asing,” katanya.
Rachmi juga menyarankan pemerintahan mendatang mampu melakukan penghematan-penghematan anggaran serta peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian, pemerintah akan memiliki ruang yang cukup untuk tidak menaikkan harga BBM.
Menggenjot penerimaan pajak, kata dia, bisa dilakukan dengan mendorong pengolahan di dalam negeri. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama ini juga harus ditingkatkan.
“Perlu ditinjau juga anggaran kita selama ini efektif atau tidak. Itu yang harus dilakukan oleh Pemerintah,” kata dia.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/08/29/nb2jx9-igj-jokowijk-harus-pikir-ulang-naikkan-bbm