YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN – Rachmi Hertanti, Manajer Riset dan Pusat Pengetahuan Indonesia for Global Justice (IGJ), menilai persoalan lonjakan harga daging harus mampu mendorong akselerasi Perpres Nomor 71 tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Perpres ini merupakan amanat Undang-undang Perdagangan Nomor 7 tahun 2014, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (3) tentang Pengendalian Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting.
Solusi stabilisasi harga menurutnya harus sudah mulai menyentuh pada persoalan dasar dari pada berkutat pada solusi jangka pendek seperti operasi pasar dan membuka pintu impor. Menurutnya dalam jangka waktu dua bulan setelah diberlakukan, perpres ini seharusnya sudah bisa memperlihatkan strategi jitu pemerintah dalam melaksanakannya.
“Ada tiga hal yang harus segera dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan amanat Perpres 71/2015, yakni memastikan pengelolaan stok dan logistik, menentukan kebijakan harga, serta pengelolaan ekspor dan impor,” katanya kepada gresnews.com, Rabu (12/8).
Persoalan utama ketidakstabilan harga bahan pokok dinilai lantaran Pemerintah selama ini selalu menyerahkan harga pada mekanisme pasar. Kedepannya untuk menunjukan komitmen, pemerintah harus memastikan urusan stabilisasi harga bahan pokok tetap berada di bawah kontrolnya.
Untuk itu, paling tidak ada dua hal yang harus tetap dikontrol, yakni, pengelolaan data dan kontrol pasokan, baik dari produksi dalam negeri maupun impor, dan penentuan harga perdagangan resmi. “Perlu ada transparansi data produksi dalam negeri maupun transparansi data pasokan yang dimiliki oleh importir serta cadangan yang dimiliki oleh Pemerintah,” ujarnya.
Ia menyatakan, selama ini pemerintah tidak memiliki acuan data resmi ketersediaan pasokan sehingga sering menjadi celah permainan bagi mafia impor untuk mengklaim ketiadaan pasokan dan meluasnya praktik kartel. Acuan ini nantinya harus memuat harga perdagangan resmi pemerintah dengan aturan main yang ketat juga menjadi dasar kontrol impor oleh pemerintah.
“Dengan acuan harga ini, pedagang harus dilarang untuk menetapkan harga seenaknya. Perlu dibuat presentase yang jelas untuk penentuan harga diatas acuan harga perdagangan resmi pemerintah,” katanya.
Ia yakin kontrol harga semacam ini bisa lebih efektif dari pada operasi pasar. Untuk diketahui, kini Polri pun tengah menyelidiki dugaan pemain di belakang naiknya harga daging. Disinyalir terdapat tujuh perusahaan yang menjadi penyebab melonjaknya harga dan mogoknya para pedagang daging.
“Apa yang sedang dilakukan oleh polri merupakan bagian dari komitmen untuk menumpas mafia impor ataupun permainan kartel,” katanya.
Ia menyatakan, kemungkinan para mafia daging ini dapat ditelusuri dari kasus daging sebelumnya yyang pernah menyeret presiden PKS, Ahmad Fathanah. “Sempat KPPU menyebut 5 perusahaan. Mungkin bisa telusuri juga dari sana,” ujarnya.
– See more at: http://www.gresnews.com/berita/ekonomi/2130128-mengurai-pangkal-kisruh-daging-sapi/3/#sthash.6ZsfKyjq.dpuf