Monitoring IGJ – Keadilan Ekonomi
Implementasi UNGP:
“RAN-HAM Harus Dimulai Dari Mereview Seluruh FTA”
Jakarta, 10 September 2015. Indonesia for Global Justice (IGJ) mendapat kesempatan untuk terlibat aktif dalam Simposium Nasional Penyusunan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM di Indonesia, yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri pada 8 September 2015 di Jakarta. Acara ini bertujuan untuk meminta masukan kepada para pihak yang berkepentingan, seperti jajaran kementerian, pihak sektor bisnis, dan masyarakat sipil, dalam rangka penyusunan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM (RAN-HAM) dalam pembentukan kerangka hukum nasional sebagai salah satu langkah implementasi dari The UN Guiding Principles on Business and Human Rights atau disingkat UNGP.
Mengacu pada mandat yang diberikan kepada The UN Working Group on Business and Human Rights, ada beberapa langkah strategis yang sebaiknya dilakukan oleh sebuah negara dalam menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN), yaitu: Pertama, mendorong lembaga pembuat kebijakan untuk mengharuskan penyusunan uji tuntas HAM oleh korporasi. Kedua, mengadopsi kewajiban HAM ke dalam Perjanjian Bilateral Investment Treaties (BITs) dan Perjanjian Perdagangan dan Investasi Internasional lainnya, ketiga, mengkomunikaskan dari awal mengenai harapan-harapan Indonesia terhadap korporasi.
Keempat, memastikan dan mengawasi RAN yang telah disusun mencakup seluruh tugas instansi pemerintah terkait, masukan buruh, LSM dan masyarakat terdampak. Kelima, menentukan target waktu dan pencapaian yang jelas. Keenam, memperhatikan daerah konflik dan kelompok rentan, termasuk perempuan, anak-anak dan masyarakat adat. Ketujuh, memperkuat mekanisme pemulihan terhadap pelanggaran HAM yang terkait dengan kegiatan perusahaan. Dan yang terakhir, memastikan bahwa institusi terkait bertindak selaras dengan kewajibannya. Sehingga pejabatan yang berkaitan memiliki komitmen dalam melaksanakan UNGP.
Dalam rangka memberikan masukan terhadap penyusunan RAN-HAM, IGJ menyampaikan bahwa kunci dari implementasi UNGP terletak pada peran negara melalui pembuatan peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Namun, peran penting itu telah hilang akibat penandatanganan berbagai perjanjian perdagangan dan investasi internasional (FTA) yang mengikat komitmen Indonesia untuk mengharmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan nasional dengan isi perjanjian.
Pemastian terhadap peran negara untuk melindungi dan menegakan HAM dari jerat perjanjian perdagangan dan investasi Internasional telah sesuai dengan Prinsip ke-9 UNGP yang menyebutkan: “States should maintain adequate domestic policy space to meet their human rights obligations when pursuing business-related policy objectives with other states or business enterprises, for instance through investement treaties or contracts.”
Oleh karena itu, IGJ berpendapat tidak cukup dalam penyusunan RANHAM hanya sekedar memasukan klausul terkait dengan nilai-nilai HAM. Dalam agenda penegakan HAM di Indonesia, khususnya terkait implementasi UNGP on Business and Human Rights, Pemerintah harus memulainya dari langkah mereview seluruh Perjanjian Perdagangan dan Investasi Internasional, dan merevisi komitmen pembukaan pasar yang selama ini merugikan Indonesia, baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif.
Langkah Pemerintah mereview BITs merupakan langkah awal yang patut diapresiasi dan harus diikuti dengan perjanjian perdagangan dan investasi lainnya (FTA). Hal ini ditegaskan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), bahwa komitmen pemerintah terkait dengan penegakan HAM, terutama implementasi UNGP, sudah tercermin dalam draft template BIT Indonesia yang terbaru, per Juli 2015, dimana didalamnya telah dimasukan klausul mengenai standar HAM dan lingkungan serta tenaga kerja yang harus dipatuhi oleh Investor.
UNGP disahkan pada tahun 2011 yang saat ini menjadi standar global yang mengatur peran dan tanggung jawab Negara dan korporasi atas pencegahan dan penyelesaian pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan korporasi. Terdapat tiga pilar penting dalam UNGP, yakni kewajiban negara untuk melindungi HAM, tanggung jawab korporasi untuk menghormati HAM, dan tindakan pemulihan atas pelanggaran HAM (Victims).
****
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:
Muhammad Mubarok Billy Prifix Hendiang
Internship Internship
Email:muh.mubarok15@gmail.com Email: billyprifix@gmail.com
Rachmi Hertanti
Knowledge Management Manager
Indonesia for Global Justice
Email: rachmihertanti@gmail.com / amie@igj.or.id
Atau, Sekretariat IGJ: igj@igj.or.id