Hal ini karena ketentuan Trans Pacific Partnership (TPP) bertentangan dengan Konstitusi. Khususnya terkait dengan kedaulatan negara atas penguasaan dan pengelolaan perekonomian nasional yang diatur dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar RI.
Manajer Riset dan Monitoring IGJ, Rachmi Hertanti, menjelaskan TPP memiliki 29 bab ketentuan liberalisasi perekonomian yang di dalamnya disusun sesuai dengan standar dan kepentingan AS.
Bahkan, cakupan aturannya sangat luas dan komprehensif. Sehingga TPP berpotensi terhadap hilangnya kedaulatan negara atas pengelolaan perekonomian nasional dalam rangka mencapai kemakmuran masyarakat, demikian dikutip dari keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Rabu 28 Oktober 2015.
“TPP telah menghilangkan kontrol negara atas sektor publik yang strategis bagi masyarakat dengan meminta untuk menghapus daftar negatif investasi di sektor ini. Bahkan, TPP hendak memasung peran BUMN dalam mengelola sumber kekayaan nasional. Dukungan pemerintah yang besar terhadap BUMN dianggap telah menciptakan kompetisi yang tidak adil, sehingga TPP melarang segala bentuk dukungan untuk BUMN,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rachmi menerangkan bahwa TPP akan membuka akses perusahaan asing kepada kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai triliunan dolar AS dari serapan APBN.
“Ini bisnis yang menggiurkan bagi korporasi AS. Sehingga TPP menerapkan aturan non-diskriminasi dan national treatment bagi perusahaan asing dalam kegiatan ini,” kata dia.
Pada 5 Oktober 2015, TPP yang dikomandoi AS telah mencapai kesepakatan. Dan artinya Indonesia akan berunding setelah beberapa standar penting selesai dinegosiasikan. Seperti Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) yang berpotensi menghilangkan akses masyarakat terhadap obat-obatan murah serta hilangnya kedaulatan pangan akibat kriminalisasi petani kecil akibat aktivitas budidaya tanaman.
“Posisi Indonesia yang akan bergabung ke dalam TPP setelah TPP disepakati oleh 12 negara menyebabkan Indonesia tidak memiliki banyak ruang untuk bernegosiasi dan memiliki posisi tawar yang rendah. Sehingga tidak ada pilihan lain selain mengikuti standar yang telah ditetapkan sebelumnya,” ujar Rachmi.
Oleh karena itu, IGJ mengingatkan Jokowi untuk tidak gegabah memutuskan keterlibatan Indonesia di dalam TPP. Pilihan terhadap TPP juga bukan strategi yang tepat bagi pemulihan perekonomian nasional. Sehingga TPP bukan jawaban bagi Indonesia.
TPP diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS) dalam rangka untuk mendongkrak perekonomiannya melalui penghapusan berbagai bentuk hambatan perdagangan dan investasi AS di negara mitra TPP.
Pembentukan TPP oleh AS juga dilatarbelakangi untuk menyaingi dan menghambat dominasi China di Asia Pasifik. Di mana China telah banyak diuntungkan dengan mengikatkan banyak perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara ASEAN dan enam negara Asia Pasifik lainnya seperti India, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru. (one)