Di saat kunjungan kenegaran ke Amerika Serikat, di hadapan Barack Obama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan keiinginan Indonesia untuk bergabung dalam perjanjian dagang Trans Pacific Partnership (TPP). Padahal perjanjian dagang TPP akan berpotensimenggilas hak-hak masyarakat dan di sisi lain mengharuskan Indonesia melakukan liberalisasi secara ugal-ugalan sistem perekonomian negara yang bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 33 UUD 1945.
Potensi digilasnya hak-hak masyarakat dan pelanggaran konstitusi UUD 1945 itu disebabkan karena TPP akan:
1. Menghilangkan kontrol negara atas sektor publik.
TPP mendorong negara-negara untuk membuka sektor publiknya untuk dapat dimasuki oleh investasi asing, khususnya Amerika, hingga 100 persen. Segala bentuk daftar negatif investasi di sektor ini diminimalisasi. Tentu penguasaan sektor publik oleh korporasi akan berdampak terhadap hilangnya akses masyarakat terhadap sektor publik strategi secara murah, seperti air dan listrik. (Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
2. Memperkuat dominasi perusahaan asing dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
TPP mendorong agar pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat diakses oleh perusahaan asing sehingga TPP mengatur tentang perlunya prinsip nondiskriminasi dan national treatment untuk perusahaan asing dalam kegiatan ini. Hal ini karena AS mengincar bisnis pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai triliunan dolar AS.(Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
3. ‘Memandulkan’ BUMN bagi kepentingan nasional.
TPP hendak memastikan negara tidak memberikan banyak subsidi untuk BUMN sehingga korporasi asing bisa memenangkan kompetisi. Selama ini, BUMN dianggap telah memonopoli bisnis di level domestik melalui dukungan negara, baik dalam bentuk pinjaman yang murah, pengecualian pajak, maupun kemewahan untuk dapat mengecualikan sebuah undang-undang. TPP akan menerapkan prinsip nondiskriminasi serta hukum kompetisi yang ketat bagi BUMN.(Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
4. Menghilangkan akses terhadap Obat-obatan murah
Penerapan standar perlindungan paten dalam aturan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam TPP telah menghilangkan akses masyarakat terhadap obat-obatan yang murah. Hal ini karena TPP menghapus ketentuan fleksibilitas The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dalam WTO, yang selama ini digunakan banyak negara untuk membuat obat generik dari obat-obatan yang dipatenkan oleh perusahaan farmasi Amerika demi kepentingan publik. Penghapusan ketentuan fleksibilitas TRIPS dalam TPP mengakibatkan monopoli obat-obatan oleh korporasi asing dengan harga mahal. Apalagi TPP menerapkan standar perlindungan lebih tinggi dari TRIPS di WTO, yakni dengan jaminan perlindungan paten lebih dari 20 tahun. Selain itu, TPP juga menerapkan eksklusivitas data yang telah dipatenkan.(Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
5.Mengancam kedaulatan pangan dan kedaulatan petani.
Masih terkait dengan penerapan standar perlindungan paten dalam aturan HKI pada TPP, sektor pertanian akan mengalami hal yang sama dengan sektor obat. Selama ini, perusahaan benih dan pestisida asing, seperti Bayer, Monsanto, maupun DuPont, telah memonopoli benih-benih ciptaannya. Karenanya, tidak memungkinkan petani kecil membudidayakan. Dengan jaminan perlindungan paten yang tinggi dalam TPP, korban-korban kasus kriminalisasi benih akan meningkat akibat diberlakukannya TPP.(Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
6. Melestarikan penindasan terhadap kaum Buruh
TPP hendak melarang negara membuat regulasi yang melindungi buruh, bahkan tidak menginginkan adanya proses transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin investor. Selain itu, arus bebas tenaga kerja asing untuk tenaga kerja profesional juga menjadi salah satu agendanya. (Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
7. Menggilas Usaha kecil, menengah dan koperasi
Penghapusan tarif hingga batas serendah-rendahnya akan memudahkan produk AS dan negara industri lainnya masuk, ketimbang masuknya produk barang Indonesia ke sana. Apalagi standar akses pasar yang tinggi dalam TPP akan berpotensi menghilangkan kemampuan sektor usaha kecil Indonesia untuk dapat masuk ke pasar negara-negara TPP. (Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
8. Memperbesar Defisit perdagangan.
Jika Indonesia bergabung dengan TPP, penghapusan hambatan tarif tidak akan memberi dampak positif dalam meningkatkan kinerja perdagangannya, khususnya di tengah situasi pelemahan ekonomi global saat ini. Hal ini didukung dengan data perdagangan Indonesia dengan ke-12 negara anggota TPP, 80 persen di antaranya terus mengalami kecenderungan negatif dari seluruh total perdagangan. Neraca perdagangan Indonesia terus menunjukkan defisit, seperti Australia, Brunei, Cile, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam. Bahkan, ada beberapa negara yang menunjukkan tren perdagangan Indonesia dengan mitranya ini di sepanjang 2010-2014. Hal itu menunjukkan kecenderungan negatif, seperti dengan Amerika Serikat (-0,11 persen), Brunei (-9,42 persen), Cile (-6,86 persen), dan Jepang (2,57 persen). (Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
9.Mengimpor undang-undang Amerika.
Aturan TPP hendak mengadopsi seluruh standar regulasi AS yang selama ini dipromosikan melalui OECD sebagai praktek terbaik dalam pengambilan keputusan. TPP mewajibkan negara melakukan review regulasi dalam rangka menilai kepatuhannya terhadap aturan-aturan TPP. (Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
10. Melemahkan posisi negara ketika bersengketa dengan korporasi multinasional
TPP memasukkan aturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa antara Investor dan negara, atau dikenal dengan Investor-State Dispute Settlement (ISDS). Masuknya ISDS dalam TPP akan membuka peluang Indonesia digugat oleh investor senilai triliunan dolar AS di lembaga arbitrase internasional akibat mengganti ataupun mengubah regulasi nasionalnya yang dianggap merugikan kepentingan investor asing. Ancaman gugatan ini mengakibatkan Indonesia tersandera dan enggan membuat undang-undang yang melindungi kepentingan rakyat. (Analisis INDONESIA FOR GLOBAL JUSTICE /IGJ)
11. Mengancam kebebasan berekspresi, memperoleh informasi dan pengetahuan di internet
TPP akan mengatur persoalan pelanggaran hak cipta secara represif, termasuk di internet. Pengaturan hak cipta yang represif di internet itu berpotensi mengancam kebebasan berekspresi, memperoleh informasi dan pengetahuan. Selama ini pengguna internet dengan mudah berbagi informasi dan pengetahuan di internet. Dengan mengikuti TPP itu kemudahan berbagi informasi dan pengetahuan di internet berpotensi hilang. (Analisis Yayasan SatuDunia)