JAKARTA-Indonesia for Global Justice (IGJ) meminta agar Tim Khusus Pengkaji kerja sama ekonomi Trans Pacific (Trans Pacific Partnership/TPP) untuk bekerja secara terbuka dan inklusif. Hasil kajian harus dilaporkan secara berkala dan terbuka untuk konsumsi publik sehingga masyarakat bisa ikut terlibat dalam perdebatan secara ilmiah.
Manager Riset dan Monitoring IGJ, Rachmi Hertanti, mengatakan bahwa masyarakat sipil hari ini juga sudah melakukan banyak kajian kritis terkait TPP. Bahkan ia juga menilai kajian terhadap TPP harus dilakukan secara komprehensive, tidak boleh secara parsial. Karena dampaknya akan lebih luas dari sekedar urusan ekspor dan impor. “Kajian terhadap TPP oleh Pemerintah seharusnya tidak sekedar menilai untung dan rugi dari aspek bisnis bagi Indonesia, tetapi aspek Kedaulatan Negara dan dampak ekonomi, sosial, dan budaya bagi masyarakat juga harus dihitung”, tambah Rachmi.
Hasil kajian IGJ terhadap Bab Investasi teks Perjanjian TPP menunjukan banyak ketentuan yang akan merugikan Indonesia. Misalnya terkait dengan standar perlindungan investasi yang akan diterapkan melebihi dari apa yang diatur dalam Undang-undang Penanaman Modal. Bahkan, ketentuan mengenai Performance Requirement (Pensyaratan Pelaksanaan Perjanjian) di dalam teks investasi TPP melarang menggunakan konten lokal hingga level persentase tertentu dan melarang melakukan transfer teknologi tertentu.
Padahal selama ini dalam rangka memperkuat industri nasional Pemerintah menetapkan ketentuan bahwa 30% dari kegiatan pengadaan barang dan jasa Pemerintah harus mengakomodasi produk UMKM, dan pengadaan untuk pembangunan infrastruktur, Pemerintah mewajibkan untuk menggunakan konten lokal sebesar 30%. Terkait dengan transfer teknologi, selama ini Undang-undang Penanaman Modal mengharuskan investor asing melakukan transfer teknologi dalam rangka membangun industri nasional.