Jakarta, 16 Februari 2016. Masyarakat Indonesia #TolakTPP yang diwakili oleh Indonesia for Global Justice (IGJ), Aliansi Petani Indonesia (API), Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI), ASEC Indonesia, dan Kemitraan, melakukan dialog dengan Anggota Parlemen dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terkait dengan niat Indonesia yang ingin bergabung ke dalam Perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP).
Dialog ini merupakan langkah awal dari serangkaian agenda yang disusun oleh Masyarakat Indonesia #TolakTPP untuk bertemu dengan anggota Parlemen Indonesia dari seluruh Fraksi Partai dalam rangka memberikan masukan atas hasil analisis dampak potensial yang akan ditimbulkan Perjanjian TPP terhadap Indonesia.
Tujuan dari dialog ini hendak mendesak DPR RI untuk melakukan penolakan terhadap Perjanjian TPP. Hal ini karena DPR memiliki peran penting dan strategis dalam pengambilan kebijakan mengenai hubungan Indonesia dalam kerjasama ekonomi internasional.
Tiga Ancaman TPP
Dalam kesempatan tersebut, Rachmi Hertanti, Research Manager IGJ, menyampaikan paling tidak ada 3 ancaman potensial yang dapat menjadi alasan kuat bagi DPR untuk menolak Perjanjian TPP, yakni: Pertama, TPP Mengancam Kedaulatan negara dan demokratisasi; Kedua, TPP bertentangan dengan tujuan pembangunan ekonomi yang mandiri dan berdaulat; Ketiga, TPP menghilangkan akses rakyat terhadap sektor publik yang penting.
“hilangnya ‘Policy Space’ negara akibat penerapan Mekanisme ISDS telah mengabaikan Konstitusi dalam pembuatan kebijakan yang melindungi kepentingan publik dan hak-hak rakyat”, tambahnya.
Eri Trinurini dari Kemitraan menyatakan bahwa Indonesia bisa maju tanpa TPP. Hal ini jika saja Pemerintah Indonesia fokus pada penguatan dan peningkatan daya saing ekonomi mikro yang jumlahnya mencapai 55.586.176 unit usaha atau 98,68% dari total seluruh unit usaha di Indonesia.
Ketua Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Herman Abdulrohman, menyampaikan kegelisahannya bahwa arus PHK massal, upah murah, dan kontrak outsourcing akan diperparah dengan Perjanjian TPP. “Indonesia sudah meratifikasi dan mengadopsi Konvensi ILO ke dalam regulasi nasional. Namun dalam prakteknya pelanggaran terhadap hak berserikat serta sistem upah murah tetap diterapkan. Bab tentang Perburuhan di dalam Perjanjian TPP tidak bermakna apa-apa, karena tidak memuat sanksi bagi korporasi ataupun Negara ketika melanggar Konvensi ILO”, tegas Herman.
Ancaman lain juga dikemukakan dari isu paten benih. Muhammad Rifai dari Aliansi Petani Indonesia (API) menyatakan bahwa TPP adalah kebijakan top-down dari kaum elit tanpa mempertimbangkan kaum tani. TPP mengharuskan negara untuk meratifikasi UPOV 1991 terkait perlindungan paten varietas benih. Hal ini membuat pemuliaan benih Indonesia yang terancam oleh Perjanjian TPP akibat kepentingan korporasi benih asing yang ingin memonopoli pengetahuan benih.
Pandangan PKS Atas Ancaman TPP
PKS adalah salah satu partai yang memiliki sebanyak 40 kursi di DPR. Partai ini memiliki misi dan komitmen kuat untuk mengokohkan nasionalisme Indonesia melalui keberpihakan yang jelas kepada rakyat. Hal ini diperkuat oleh Ketua Fraksi PKS, H. Jazuli Juwaini, yang menjelaskan bahwa PKS selama ini terus mendorong kepada Pemerintah Indonesia sebuah konsep hubungan kerjasama ekonomi internasional yang berkeadilan dan saling menguntungkan.
“PKS memiliki pandangan yang sama dengan Masyarakat sipil Indonesia terhadap Perjanjian TPP. Suatu hubungan kerjasama internasional yang dibuat oleh Pemerintah haruslah hubungan kerjasama yang tidak mengeksploitasi dan menjual nasionalisme kita”, tegasnya.
Atas hal itu, Fraksi PKS menyatakan mendukung gerakan penolakan terhadap TPP dan mengharapkan agar gerakan ini bisa menjadi sebuah arus yang besar dan mampu melakukan perubahan yang baik bagi bangsa. Harapannya penolakan TPP dapat menjadi posisi seluruh partai yang ada di DPR RI, bahkan harus menjadi pembahasan strategis yang sifatnya lintas komisi.
Peran Strategis DPR Terhadap TPP
DPR memiliki peran strategis dalam penolakan terhadap TPP, sehingga fungsi pengawasan dan legislasi DPR RI harus dapat dipergunakan secara maksimal untuk melindungi kepentingan publik dan hak-hak rakyat. Keputusan terakhir sebenarnya ada ditangan DPR. Apalagi pasca TPP ditandantangani pada 4 Februari 2016, TPP belum juga diratifikasi oleh negara anggotanya akibat penolakan anggota parlemennya terhadap TPP. Melihat hal ini, sudah seharusnya Anggota DPR RI Indonesia juga mengeluarkan pernyataan politik dalam melakukan penolakan terhadap Perjanjian TPP di Indonesia.
Masyarakat Indonesia #TolakTPP adalah gabungan dari 20 organisasi masyarakat sipil dan beberapa masyarakat individu di Indonesia yang melakukan penolakan terhadap TPP***
Penyusun:
Priska Sabrina Luvita
Knowledge Management Officer Indonesia for Global Justice |
Rachmi Hertanti
Research & Monitoring Manager Indonesia for Global Justice |