Dalam serangkaian perundingan RCEP, adanya kemungkinan masuknya satu proposal yang mengijinkan investor asing menggugat pemerintah melalui mekanisme Investor-State Dispute Settlement (ISDS).
Jakarta – Pemerintah Indonesia didesak untuk lebih transparan dan membuka informasi lebih luas kepada publik mengenai isi dari perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang rencananya diselesaikan akhir tahun ini. Sebab, perjanjian perdagangan bebas, termasuk RCEP, juga mencakup penyeragaman seluruh aspek industri mulai dari regulasi hingga lingkungan hidup.
RCEP dinilai bukan sekedar berbicara soal pembukaan akses pasar seluas-luasnya dan pencabutan penghalang perdagangan, baik barang maupun jasa. Konsep perjanjian perdagangan bebas tersebut juga mencakup penyeragaman aturan main, seperti lingkungan hidup, buruh, kekayaan intelektual, dan persaingan (kompetisi).
“Isi perundingan FTA(perdagangan bebas kawasan) itu bukan hanya bicara ekspor dan impor, tetapi ada aspek sosial dan hak-hak publik luas yang juga diatur didalamnya, baik terkait isu akses terhadap obat hingga isu lingkungan,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Indonesia Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti di Jakarta, Rabu (24/8).
Belum lagi, menurut Rachmi, bila perjanjian perdagangan bebas yang diikutsertakan Indonesia mewajibkan merevisi seluruh undang-undang nasional yang berdampak luas kepada rakyat, sehingga sangat tidak adil jika rakyat tidak dilibatkan dalam proses perundingan.
Untuk itu, ujar dia, pihaknya bersama sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak Pemerintah Indonesia transparan kepada public mengenai isi dari perundingan RCEP.
Perundingan RCEP dimulai sejak 2012, dan hingga saat ini sudah mencapai putaran perundingan ke-14 yang baru saja berlangsung pada 15-19 Agustus 2016 di Vietnam. RCEP terdiri dari 16 negara tetapi total nilai perdagangannya terhadap dunia hanya sekitar 28 persen, lebih rendah dari kapasitas Trans Pacific Partnership (TPP) sebesar 40 persen.
Mekanisme ISDS
Sebelumnya, Rachmi Hertanti juga mengatakan, pihaknya mendesak negara anggota ASEAN agar jangan sampai membuat perjanjian perdagangan bebas dalam RCEP yang berpotensi menghilangkan hak publik.
“Desakan ini didasari atas adanya kemungkinan masuknya satu proposal perundingan yang mengijinkan investor asing untuk menggugat pemerintah di pengadilan internasional atau dikenal dengan mekanisme Investor-State Dispute Settlement (ISDS),” tuturnya.
Menurut Rachmi Hertanti, mekanisme ISDS berdampak terhadap hilangnya ruang kebijakan yang dimiliki negara karena bila ada kebijakan negara yang dianggap merugikan investor asing, kebijakan itu digugat investor.
Di sisi lain, Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah menyarankan agar pemerintah memilih RCEP ketimbang TPP untuk menghindari keterasingan di perdagangan internasional. Menurut dia, konsep RCEP lebih ramah ketimbang TPP.
- “Masih banyak alternatif lain untuk bergabung ke dalam kelompok kerja sama perdagangan internasional, seperti RCEP, yang lebih ramah ketimbang TPP,” ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu. mad/Ant/E-10