Sejak pertama kali Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan dibuka di dalam fasilitas layanannya telah menjamin pengobatan pasien kanker. Jumlah pembiayaan untuk pengobatan kanker terus naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan data BPJS Kesehatan, beban biaya kanker pada 2014 mencapai Rp1,5 triliun, meningkat pada 2015 jadi Rp2,2 triliun. Pada 2016, biayanya bertambah jadi Rp2,3 triliun. Pada 2017, hingga September saja biaya sudah mencapai Rp2,1 triliun. Untuk mengurangi membengkaknya biaya tersebut, dilakukan pembatasan obat kanker dari BPJS Kesehatan. Trastuzumab adalah salah satu obat kanker yang tidak akan lagi ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Obat tersebut hanya diberikan pada pasien kanker payudara yang sudah mendapat terapi ini sebelum 1 April, tapi tidak berlaku bagi pasien BPJS Kesehatan yang baru terdiagnosis sesudah 1 April 2018.
Banyak pihak yang menduga dihapusnya trastuzumab dari daftar obat-obatan kanker yang ditanggung BPJS Kesehatan karena mahalnya harga obat tersebut. Karena jika tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, pasien harus membayar harga obat yang mencapai Rp 25 juta. Sementara seorang penderita kanker HER2 positif minimal harus menjalani delapan sesi dari 16 sesi pengobatan dengan trastuzumab. Sehingga setidaknya total pengeluaran per-delapan siklus mencapai Rp 200 juta. Terlihat bahwa dalam hal ini harga obat kanker yang mahal justru membebani keuangan BPJS Kesehatan. Padahal dengan adanya fasilitas layanan BPJS Kesehatan, memudahkan akses bagi penderita penyakit kanker di Indonesia memperoleh obatnya dengan harga terjangkau.
Survey ini sendiri dibuat untuk mengukur sejauh mana pengetahuan masyarakat mengenai isu-isu seputar obat kanker dan juga akses obat tersebut dalam layanan fasilitas BPJS Kesehatan.
Form Survey >>> https://goo.gl/forms/13Irubltw1X8u8Vn1