Catatan IGJ – Indonesia Dalam Pusaran Covid19
Ditulis oleh:
Roy Silalahi
Staff Kampanye IGJ
Pandemi Covid-19 ini mempengaruhi semua dimensi kehidupan masyarakat, khususnya ketika Pemerintah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Segala aktivitas ekonomi terhenti. Banyak pekerja atau buruh di-PHK, dirumahkan tanpa status yang jelas. Petani merugi karena hasil panennya tidak bisa didistribusikan dengan baik dan benar. Hasil panen banyak yang turun harga, bahkan tak sedikit terbuang percuma. Pendidikan pun terdampak, dengan adanya kebijakan PSBB dan aturan untuk bekerja dan belajar dari rumah.
Pemerintah kemudian menerbitkan sejumlah kebijakan dalam menyikapi pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal Maret 2020, salah satunya dengan membentuk Gugus Tugas melalui Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada bulan Maret 2020, yang harapannya gugus tugas ini dapat melakukan penanganan yang optimal dalam pandemi Covid-19 ini, termasuk memberikan solusi perbaikan penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19. Berbagai program bantuan dari pemerintah dikucurkan untuk mengatasi persoalan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat ditengah pandemic khususnya ketika PSBB diterapkan.
Bantuan yang disiapkan oleh Pemerintah tidak hanya dalam rangka penanganan covid19, tetapi juga dalam rangka menghadapi krisis ekonomi yang semakin dalam akibat pandemic ini. Per Juni 2020 Pemerintah mulai mencabut status PSBB dan menerapkan kondisi New Normal dalam rangka mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dengan membentuk Komite Penanganan Covid19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah telah menyiapkan penambahan dana stimulus untuk hal tersebut, dan insentif sosial dialokasikan sebanyak Rp.110 Triliyun. Walaupun angka ini terlihat lebih kecil dibandingkan dengan angka stimulus yang disiapkan untuk dunia industri, yakni sebesar Rp. 220 Triliyun.
Terkait dengan kebijakan Pemerintah tersebut diatas, Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) telah melakukan seri webinar dengan berbagai kelompok masyarakat dari 17 Provinsi di Indonesia untuk mendengar persoalan yang muncul dari penerapan kebijakan bantuan sosial Pemerintah baik dalam rangka penanganan covid19 maupun pemulihan ekonomi. Tulisan ini merupakan rangkuman cerita yang terangkat dalam seri diskusi Suara Dari Pelosok Negeri yang diadakan oleh IGJ dan KPR pada Mei-Juni 2020 yang lalu mengenai situasi yang terjadi masyarakat dimasa pandemi.
Bantuan Sembako
Dalam menangani pandemi Covid-19 pemerintah memberikan beberapa bentuk bantuan sosial, salah satunya berupa paket sembako yang dikucurkan sejak awal pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia pada Maret. Bantuan ini diberikan bagi warga di DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya, yakni Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi.
Untuk di DKI Jakarta, bansos sembako diberikan kepada 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta keluarga. Jumlah sembako yang diberikan senilai Rp 600.000 per bulan dan diberikan selama tiga bulan. Anggaran yang dialokasikan 2,2 triliun. Selanjutnya, bansos sembako untuk wilayah Bodetabek diberikan kepada 1,6 juta jiwa atau 576.000 keluarga. Jumlah besarannya sama, yakni Rp 600.000 per bulan selama 3 bulan. Total angarannya Rp 1 triliun rupiah. Dengan demikian, total ada 4,2 juta warga di Jabodetabek yang akan mendapat bansos sembako ini. Total keseluruhan nilai sembako yang diterima tiap warga selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni adalah Rp 1,8 juta.
Terkait data yang mendapatkan bantuan sosial tersebut masih banyak masyarakat yang mengeluhkan belum mendapatkannya sampai hari ini, padahal program tersebut sudah dijalankan sejak beberapa bulan lalu. Masa sulit masyarakat karena terdampak pandemi, membuat masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintah. Pasalnya banyak dari masyarakat yang seharusnya terdata untuk mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah malahan mendapatkan bantuan dari sesama masyarakat lain yang berinisiatif untuk bergerak membantu dengan gerakan rakyat bantu rakyat. Dan itu terjadi dibeberapa wilayah Indonesia, salah satunya di Semarang yang diinisiasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, dengan membuat dapur umum dan juga bersolidaritas membagikan bibit, pupuk dan lain sebagainya kepada para petani terdampak Covid-19.
Bantuan Sosial Tunai
Sama halnya dengan bantuan sembako, program Bantuan Sosial Tunai (BST) juga dikucurkan sejak awal kasus Covid-19 muncul di Indonesia. Bedanya, bantuan tunai ini menyasar warga di luar Jabodetabek. Program ini memberikan dana secara tunai sebesar Rp 600.000 kepada masyarakat selama 3 bulan, yakni April, Mei, dan Juni. Penerima BST adalah warga yang dianggap layak menerima bantuan dan terkena dampak ekonomi langsung akibat pandemi covid-19 dan sudah dilengkapi dengan data seperti BNBA (by name by address), NIK dan nomor handphone.
Bantuan ini diberikan bagi warga terdampak Covid-19 baik yang sudah atau belum masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial (Kemensos). Pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk mengajukan penerima bantuan. Data pengusulan kemudian akan diverifikasi oleh tim Kemensos guna memastikan yang bersangkutan tidak masuk dalam daftar penerima bantuan pemerintah pusat yang lain yang telah ada sebelum pandemi, sehingga tidak terjadi data ganda.
Cerita dari pelosok negeri membagikan pengalaman di masing-masing wilayah, kenyataan yang terjadi di lapangan ternyata tidak semudah aturan pemerintah yang diberlakukan untuk mengakses bansos yang ada. Yang terjadi dilapangan sangat berbeda dengan apa yang selalu disuarakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Banyak keluhan yang berasal dari masyarakat, terkait data dan proses penyaluran bantuan sosial selama pandemi ini mengalami kecewa, kebingungan, dimana semua aparatur negara, instansi negara, sampai ke level desa turut serta mengatur proses penyaluran bansos tersebut dan itulah yang menyebabkan kebingungan di masyarakat. Suara siapa yang harus didengarkan. Masing-masing memberikan informasi yang kurang jelas sedangkan data masyarakat sendiri tidak terekam sebagaimana mestinya. Siapa yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial. Berapa kepala keluarga (KK) yang semestinya mendapatkan bantuan tersebut, tidak tercatat dengan baik. Banyak data dan informasi menjadi simpang siur dikalangan masyarakat dengan adanya aturan serta kebijakan yang tidak sama, yang beredar dan didapatkan oleh masyarakat. Seperti yang terjadi di Jawa Barat dan Banten, khususnya Indramayu, dimana mereka sangat kebingungan dengan data yang setiap hari berubah-ubah terkait data penerima bansos.
Lain halnya dengan apa terjadi di beberapa wilayah lain. Cerita yang didapat dari Jawa Timur khususnya Blitar, Kepala desa sampai kewalahan dalam menangani proses distribusi bantuan mulai dari pendataan hingga verifikasi penerima bantuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah. Program dijalankan dengan mem-verifikasi penerima bantuan, baik Bantuan Langsung Tunai Kemensos, Dana Desa, maupun Jaring pengaman Sosial yg bekerja sama dgn Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Persoalan data ganda karena tidak baiknya sistem pendataan pun terjadi di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Seperti di wilayah lain, Nusa Tenggara pun mendapatkan bantuan langsung tunai Kemensos yang disalurkan melalui kantor Pos setempat, dan bantuan lainnya didistribusikan oleh pemerintah setempat. Bantuan sosial yang diharapkan masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Barat tidak seluruhnya menyasar dengan adil dan merata, banyak data penerima ganda sehingga pemerintah desa harus mendata ulang siapa saja penerima bantuan yang sesungguhnya layak diberikan bantuan. Belum lagi bantuan yang datangnya terlambat terkait proses distribusi juga banyak yang tidak mendapatkan bantuan tersebut.
Sumatera Selatan bercerita bahwa bansos saat pandemi sangat tidak kontekstual, tidak kondusif. Data-data yang dipakai sebagai penerima adalah data lama. Penerima bansos tidak tepat sasaran, orang kaya yang seharusnya tidak mendapatkan bantuan malah mendapatkan dan orang miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan disini terjadi sebaliknya, tidak mendapatkan bantuan. Tidak kontekstual diartikan bahwa bansos ini hanya untuk menahan masyarakat untuk tetap tinggal di rumah dan tidak bekerja di luar rumah.
Pemerintah daerah Bali yang tidak menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menggantinya dengan pembatasan kegiatan masyarakat dengan dasar hukum yang tidak jelas. Masyarakat hanya sebatas dihimbau oleh pemerintah daerah untuk disiplin dan tidak keluar rumah selama waktu yang ditentukan dalam masa pandemi. Melemahnya sektor ekonomi menjadi masalah utama dimasyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah apalagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan karena terdampak pandemi. Di Bali korban PHK dan karyawan yg di rumahkan tidak mendapat bantuan sama sekali.
BLT Dana Desa
Pemerintah juga mengalihkan sebagian anggaran dana desa untuk BLT ini demi menghadapi dampak ekonomi pandemi Covid-19. BLT Dana Desa disalurkan dalam dua gelombang. Per bulannya, masing-masing keluarga penerima manfaat (KPM) akan mendapatkan bantuan sebesar Rp 600.000, namun pada gelombang kedua jumlah bantuan yang diterima lebih rendah yakni Rp 300.000 per bulannya. Dari pelosok Kalimantan dan Maluku banya yang berpikir bahwa, pemberian BLT ini hanya membuat masyarakat ketergantungan. Mereka berharap pemerintah bisa memberikan bantuan lebih dari itu, dimana kedepan mereka bisa memiliki keberlanjutan hidup sehari-hari. Seperti tanah misalnya, yang bisa membuat mereka berproduksi untuk membantu ketahanan pangan mereka.
Persoalan data terjadi tak terkecuali di Lampung dan juga Medan. Data yang tidak transparan, kesenjangan sosial terjadi disana. Siapa yang layak menerima bantuan tidak jelas. Aturan dan kriteria-kriteria yang menurut masyarakat tidak masuk akal diberikan oleh pemerintah daerah sampai ke desa-desa. Seperti mereka yang sudah mendapatkan BLT, tidak dapat program keluarga harapan (PKH), atau jika sudah mendapatkan kalau sudah dapat PKH tidak dapat bantuan pangan non tunai (BNPT) dan lain sebagainya. Itu kasus yang terjadi di Garu 2, Kota Medan.
Insentif Tarif Listrik
Insentif tarif listrik bagi pelanggan yang terdampak pandemi Covid-19 juga diberikan pemerintah masa pandemi berlangsung. Insentif ini berupa pembebasan tagihan, diskon listrik, penghapusan biaya minimum, dan penghapusan abonemen. Total anggaran untuk program insentif tarif listrik tersebut sekitar Rp 15,39 triliun terhadap 33,6 juta pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Pelanggan yang mendapatkan subsidi listrik yakni pelanggan 450 VA, dan 900 VA subsidi. Keringanan tagihan listrik kemudian diperluas untuk usaha UMKM, yakini 900 VA bisnis dan 900 VA industri.
Kartu Prakerja
Bantuan lainnya yang diluncurkan pemerintah adalah Kartu Prakerja yang menurut pemerintah bisa membantu karyawan yang terkena PHK yang merupakan dampak dari pandemi Covid-19 dan pengangguran. Peserta dari program ini akan mendapatkan bantuan insentif untuk pelatihan kerja sebesar Rp 1 juta per bulannya. Pemerintah memberikan dana sebesar Rp 3.550.000 bagi peserta yang lolos sebagai penerima Kartu Prakerja 2020. Riciannya, sebesar Rp 1.000.000 digunakan untuk membayar pelatihan online Kartu Prakerja. Sisanya, untuk insentif. Masih cerita dari pelosok negeri, masyarakat mengatakan bahwa kartu prakerja ini tidaklah efektif membantu saat pandemi, karena yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan yang bisa langsung diakses dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak dari mereka yang tidak setuju dengan adanya kartu prakerja ini, yang hanya mengucurkan dana untuk kepentingan para pebisnis digital saja. Disamping itu kartu prakerja hanya bisa meng-cover 5,6 juta sedangkan yang mendaftar sudah 8,4 juta orang, artinya banyak orang yang memang membutuhkan perlindungan pemerintah dalam arti saat ini bantuan langsung tunai sangat diharapkan oleh masyarakat. Belum lagi kesulitan-kesulitan dalam mengakses dana kartu prakerja ini.
BLT BPJS
Belakangan diketahui pemerintah juga memutuskan untuk mengucurkan bantuan subsidi gaji bagi karyawan swasta. Karyawan yang mendapat subsidi ini adalah mereka yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Pemerintah menyiapkan anggaran Rp 37,7 triliun untuk program bantuan subsidi gaji ini, dan penerima subsidi gaji akan menerima bantuan Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan. Pemberian BLT BPJS Ketenagakerjaan ini rencananya akan disalurkan secara bertahap.
BLT UMKM
Bantuan sosial yang terakhir diumumkan oleh Jokowi pada tanggal 24 Agustus 2020 lalu. Program ini adalah bantuan modal usaha bagi para pelaku usaha mikro kecil berupa dan hibah atau BLT. Bantuan senilai Rp. 2,4 juta tersebut akan ditransfer melalui rekening untuk kemudian diakses oleh para pelaku usaha mikro tersebut. Rencananya bantuan itu akan dibagikan kepada 12 juta usaha mikro kecil secara bertahap. Syarat untuk mendapatkan bantuan tersebut apabila para pelaku usaha mikro tersebut belum pernah menerima bantuan pinjaman dari perbankan. Pemerintah juga berharap pelaku usaha mikro kecil itu aktif mendaftarkan diri ke dinas koperasi setempat.
Penutup
Kita lihat apakah kemudian bantuan sosial yang baru diluncurkan pemerintah itu optimal dalam praktek seperti harapan pada saat pemerintah berkomitmen untuk membantu memperbaiki kehidupan masyarakat terdampak Covid-19 dan dibentuknya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang sekarang menjadi pengganti Gugus Tugas tersebut diharapkan lebih bisa menyikapi persoalan dari semua pelosok negeri untuk benar-benar memulihkan kondisi perekonomian di Indonesia. cerita dari pelosok negeri menggambarkan bahwa pencatatan masyarakat kita saat ini masih buruk, data lama masih dipakai, bahkan orang mati pun datanya masih beredar. Bantuan pemerintah pun diharapkan sesuai dengan masing-masing permasalahan dan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Tidak hanya bantuan yang bisa mereka dapat untuk saat pandemi saja, tetapi juga bisa menghidupi mereka dikemudian hari. Pemerintah mesti mengevaluasi bentuk dan proses penyaluran bantuan bagi masyarakat agar semua masyarakat di seluruh pelosok negeri mendapatkan bantuan yang semestinya dengan adil dan merata.
*****
Sekretariat IGJ
Email: keadilan.global@gmail.com / igj@igj.or.id
Website: www.igj.or.id