Penulis: Muslim Silaen dan Agung Prakoso
Krisis Multidimensi COVID-19
Pandemi COVID-19 telah memicu krisis multidimensi yang muncul sebagai akibat dari wabah yang hingga kini tidak dapat diprediksi kapan akan berakhirnya. Pandemi COVID-19 mempengaruhi banyak sektor kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, sosial dan budaya hingga pendidikan. Sektor pendidikan merupakan sektor yang mengalami dampak yang cukup signifikan karena kebijakan pembatasan sosial membuat fasilitas pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi terpaksa ditutup. Disisi lain Pemerintah justru masih tetap melanjutkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja, sebuah Undang-undang sapu jagat yang juga akan mempengaruhi berbagai sektor termasuk pendidikan. Krisis lainnya muncul karena proses pembentukan RUU ini tidak dapat dilaksanakan secara demokratis dengan melibatkan banyak pihak sebagai dampak dari diterapkannya kebijakan pembatasan sosial. Untuk melihat lebih jauh bagaimana kondisi realitas di lapangan, Indonesia for Global Justice menggelar rangkaian diskusi Suara dari Pelosok Negeri. Serial diskusi ini diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai kondisi pandemi dari narasumber-narasumber dari berbagai daerah yang membahas beberapa sektor, salah satunya adalah pendidikan.
Kebijakan Pendidikan Berbasis Daring
Pendidikan menjadi salah satu sektor yang terdampak oleh Pandemi COVID-19. Kebijakan pembatasan sosial mempengaruhi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dari sebelumnya hadir tatap muka menjadi pelaksanaan secara daring. Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan ini tidak melihat dari sisi kondisi dan kesiapan dari pelajar mengenai kuota internet dan jaringan internet terutama di daerah[1]. Dalam situasi ketidakpastian hari ini banyak masyarakat yang harus mengalami kesulitan untuk memenuhi pendapatannya akibat covid-19. Menjadi semakin dilematis bahwa mahasiswa yang banyak dari kalangan tidak mampu, di tuntut menjalankan pendidikan dengan metode online. Hal ini memunculkan berbagai kendala yang terjadi pada mahasiswa yang menyebabkan terganggunya proses belajar mengajar. Kendala seperti Kuota Internet, fasilitas internet dan jaringan menjadi kendala umum dalam proses belajar mengajar. Sehingga banyak yang absen dalam proses pendidikan yang membuat ada ancaman rendahnya nilai pendidikan. Sayangnya, kebijakan pemerintah untuk mengatasi hal ini tidak berkenaan dengan kondisi tersebut. Fahrun Nancy dari KPR NTB menjelaskan salah satu Universitas di NTB, Universitas Negeri Mataram (Unram) mengeluarkan bantuan berupa pulsa sebesar Rp.50.000 per bulan selama tiga bulan sedangkan proses pembelajaran selama satu semester itu sendiri berlangsung selama enam bulan, artinya tiga bulan harus menjadi tanggungan bagi mahasiswa itu sendiri.
Dengan pendidikan yang dilaksanakan secara daring, KPR Lampung menyampaikan Persoalan normative yaitu subsidi kampus tidak ada kepada mahasiswa, tidak ada potongan terhadap UKT menjadi masalah bagi mahasiswa di lampung, khususnya Universitas Lampung (UNILA).[2]
Hal serupa juga dialami mahasiswa di Sulawesi Selatan. Tendri Sompa dari Kesatuan Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa Kuliah daring ternyata berdampak terhadap aktivitas belajar mengajar.[3] Mahasiswa menilai pengajaran secara daring kurang efektif ditambah lagi bagi mahasiswa yang sudah pulang kampung akses internet di daerah mereka masih sangat terbatas. Untuk mengakses internet, ada mahasiswa yang sampai naik ke atas gunung atau tempat tinggi untuk mencari akses internet supaya akses kuliah daring berjalan maksimal. Permasalahan lain muncul dari tenaga pengajar yang memindah-mindahkan jadwal perkuliahan. Dampaknya mahasiswa harus mengatur ulang kuota internet mereka. Bagi mahasiswa yang bertahan di kota juga mengalami persoalan, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pangan untuk bertahan di tengah pandemi serta kebutuhan internet untuk tetap mengikuti kebutuhan kuliah daring.
Selama pembelajaran via daring, mahasiswa sama sekali tidak menikmati fasilitas kampus. Namun mahasiswa masih harus membayarkan uang kuliah secara penuh. Padahal di tengah kondisi ketidak pastian ekonomi Indonesia, kampus harus mampu memberikan keringanan biaya kuliah terutama bagi kelompok ekonomi rentan kelas menengah ke bawah. Terlebih dalam beberapa kondisi banyak orang tua yang dirumahkan bahkan diPHK.
Liberalisasi Sektor Pendidikan
Dari berbagai permasalahan tersebut, rencana pemerintah untuk membuat Omnibus Law RUU Cipta Kerja justru semakin memperburuk keadaan. Omnibus Law RUU Cipta kerja ini itu tidak menjawab persoalan-persoalan yang sekarang dialami rakyat terkait dengan Upah Murah, sistem kerja kontrak/outsourcing, perampasan tanah dan semakin mahalnya biaya pendidikan. Ditambah lagi Program liberalisasi sektor jasa, di mana sektor pendidikan sekarang itu ditopang dengan konsep belajar Merdeka belajar justru akan semakin meliberalisasikan sistem pendidikan yang ada di Indonesia.[4] Konsep merdeka belajar ini juga mendorong agar PTN menjadi Badan Hukum. Apabila telah menjadi badan hukum maka pembiayaan dari pemerintah akan dipangkas dan akan membuat biaya pendidikan melambung tinggi. Pembukaan prodi baru juga akan semakin masif untuk menjawab kebutuhan pengusaha dalam bidang tertentu.[5] Wacana terkait magang tiga semester juga lebih condong ke arah penyediaan buruh murah untuk berbagai perusahaan atau pengusaha.
Dalam Rancangan undang-undang Cipta Kerja Dalam skema yang kita lihat dalam RPJMN menuju 2024 pendidikan menjadi sebuah program proyek prioritas strategis nasional.Untuk itu Omnibus law ini di dorong untuk segera di sahkan guna menjawab kegagalan ekonomi berbasis sistem Kapital. Pendidikan masuk pada pembahasan ini dalam BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, Paragraf 12 soal Pendidikan dan Kebudayaan, halaman 482 Draft RUU Cipta kerja. Dalam paragraf ini mengatur perubahan 6 Uuyaitu, UU Sisdiknas, UU Dikti, UU Guru dan dosen, UU Pendidikan Kedokteran, UU Kebidanan dan UU Perfilman. Untuk diketahui sampai tulisan ini di buat pemerintah terus melanjutkan proses legislasi di tengah situasi bencana Covid-19, sedangkan banyak organisasi rakyat yang menolak karena ini akan mengganggu semua ekosistem ekonomi rakyat dari semua sektor usaha. Secara umum mendorong untuk melakukan perizinan dan melonggarkan kebijakan-kebijakan agar dapat mengadopsi perkembangan teknologi dan ekonomi global. Namun dengan liberalnya pendidikan, maka pendidikan akan cukup beragam dan menghilang tanggung jawab Negara untuk menyajikan pendidikan dasar kepada seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Pandemi COVID-19 membongkar sistem pendidikan yang rentan terhadap krisis dan perubahan. Keadaan ini membuat pekerjaan mendesak untuk peningkatan subsidi pendidikan dan juga kesehatan, namun itu tidak sedikitpun disentuh oleh Omnibus Law RUU Cipta Kerja[6]. Kekeliruan mengenai kurikulum yang mereduksi nilai-nilai pendidikan juga harus diubah. Ketidaksiapan Negara mengantisipasi keadaan ini, berdampak pada pendidikan. Pendidikan yang menjadi tanggung jawab setiap individu yang mengenyam pendidikan membuat kontrol atas penyebaran virus di lingkungan pendidikan menjadi tidak terkendali. Selain karena pendidikan terpaksa diliburkan untuk menghindari penyebaran, tidak lantas menghilangkan masalah dalam penyelenggaraan pendidikan. Sehingga
Pemetaan pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan yang tersistematis dan terukur menjadi sangat penting untuk mengantisipasi keadaan krisis saat ini. Pendidikan menjadi salah satu factor untuk bisa keluar dari keadaan saat ini. Dan memberikan sebesar-besarnya sumberdaya, terutama yang berasal dari APBN menjadi penting untuk dapat keluar dari zona krisis ini.
Selain itu tanggung jawab pengawasan pelaksanaan pendidikan juga menjadikan orang tua harus ikut terlibat dalam teknis pelaksanaan pendidikan. Ini cukup membuat kesulitan terutama dalam hal waktu pendampingan, kemampuan mengenali tingkat pendidikan anak, serta hal teknis pelaksanaan pendidikan lainnya. Beragam konflik mulai muncul diakibatkan keterkejutan orang tua dalam keikutsertaannya untuk mengawasi pendidikan di masa pandemic.
Kesulitan rakyat sudah seharusnya di kurangi dengan memberikan perlindungan dan pemenuhan kepada rakyat atas hak pendidikannya. Kasus-kasus teknis yang berkaitan dengan pendanaan menjadi sebuah perhatian untuk dapat di berikan jalan keluar sehingga masyarakat dapat focus pada perbaikan pendapatan dan pemenuhan mereka.
[1] Disampaikan oleh Fahrun Nancy, Kesatuan Perjuangan Rakyat, Nusa Tenggara Barat, 12 Mei 2020
[2] Disampaikan oleh Beni Agung, Kesatuan Perjuangan Rakyat, Lampung pada 13 Mei 2020
[3] Disampaikan oleh Tendri Sompa, Kesatuan Perjuangan rakyat, 8 Mei 2020
[4] Disampaikan Martin, Kesatuan Perjuangan Rakyat, Sumatera Utara, 24 April 2020
[5] Disampaikan oleh Fahrun Nancy, Kesatuan Perjuangan Rakyat, Nusa Tenggara Barat, 12 mei 2020
[6] Disampaikan Benny Agung, Kesatuan Perjuangan Rakyat, Lampung, 13 Mei 2020