Kondisi umum perburuhan di Indonesia mengalami kondisi deindustrialisasi sehingga pekerja yang bersifat informal menjadi lebih banyak. Keadaan saat bekerja menjadi lebih longgar. industrialisasi mengakibatkan pasar kerja yang semakin fleksibel ini membuat kondisi perburuhan di Indonesia sangat tergantung kepada mekanisme pasar bebas sehingga berbagai aturan yang lahir dari pemerintah merupakan implementasi dari adaptasi terhadap pasar bebas itu sendiri.
Informalisasi pekerjaan itu sendiri membuat kondisi buruh di Indonesia semakin tidak memiliki nilai tawar terhadap berbagai kebijakan yang lahir dari perusahaan. Ini membuat pada akhirnya Serikat Pekerja juga akan mengalami penurunan nilai tawar sehingga tidak begitu kuat untuk mengajukan tuntutan tuntutan dan intervensi terhadap kebijakan ataupun kasus-kasus ketenagakerjaan.
Di dalam rancangan pembangunan industri nasional (RIPIN) yang dikeluarkan oleh kementerian perindustrian tahun 2015 yang menjadi PP No 14 tahun 2015. Prasyarat untuk membangun industri nasional; pertama, mendorong pembangunan infrastruktur; Kedua, perbaiki kebijakan deregulasi dan; ketiga, fasilitasi pembiayaan hal ini sendiri mendorong untuk semakin kuatnya modal dasar dalam bentuk sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi Inovasi dan kreativitas. Bangun industri nasional ini mengakibatkan banyaknya terjadi perubahan perubahan bagi pembangunan secara riil dan juga kebijakan dan turut mendorong terciptanya undang-undang Cipta kerja nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja yang berbentuk omnibus law.
Omnibus Law sendiri merupakan kebijakan yang yang dirancang untuk memudahkan kebijakan-kebijakan dalam menciptakan skema lapangan kerja di Indonesia. Ini merupakan dorongan dari berbagai kebijakan liberalisasi yang diikuti oleh Indonesia baik dari WTO di Indonesia, kemudian perjanjian lainnya seperti Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia-EFTA, RCEP hingga Indonesia EU CEPA serta beberapa perjanjian pasar bebas lainnya yang yang didorong untuk menciptakan investasi.
Aturan turunan dari undang-undang apa yang dimaksud low terkait investasi dan skema perjanjian perdagangan bebas tertuang di dalam Peraturan Presiden nomor 49 tahun 2021 tentang perubahan kebijakan bidang usaha penanaman modal. Dalam Perpres ini semua bidang usaha yang terbuka bagi kegiatan penenaman modal. Dengan pengecualian penanaman modal yang dinyatakan tertutup dan kegiatan bidang usaha yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. Kebijakan ini menjadi akibat dari keharusan dalam mekanisme pasar bebas.
Pandemi Covid-19 turut membuat banyak perubahan, terutama akibat pembatasan mobilitas pekerja di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan hampir 2,9 Juta pekerja Indonesia mengalami pemutusan hubungan kerja. Pemerintah kemudian hanya berikan insentif jangka pendek seperti program kartu prakerja, dan buruh yang mendapat upah dibawah upah minimum mendapatkan bantuan subsidi upah senilai Rp3.000.000.
Berkurangnya jumlah Pekerja yang bekerja di dalam sektor informal di Indonesia sebenarnya membuat nilai Ketenagakerjaan di Indonesia mengalami penurunan pekerjaan-pekerjaan diharapkan bisa menampung pekerja yang ter PHK, merupakan pekerja informal yang sangat Riskan terhadap perlindungan upah perlindungan hubungan kerja serta perlindungan keselamatan kerja. Kondisi ini sepertinya sudah disadari oleh pemerintah sehingga peraturan pemerintah yang mengatur tentang kluster Ketenagakerjaan di dalam undang-undang kerja mengatur 4 tema. PP 34 tentang tenaga kerja asing, kemudian PP 35 tentang hubungan kerja dan pemutusan hubungan kerja, PP 36 tentang pengupahan, dan PP 37 tentang jaminan kehilangan pekerjaan.
Shifting Industri
Perkembangan teknologi sendiri membuat kondisi pekerja harus mengalami banyak transformasi baik di bidang teknis maupun kebijakan di bidang teknis banyak pekerjaan yang akhirnya harus paralel dengan teknologi digital terdiri Sisi kebijakan informalisasi pekerjaan menjadikan buruh semakin tidak memiliki nilai tawar Hal ini disebabkan banyak pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya dipegang oleh buruh kemudian digantikan oleh vakum digital atau pun mesin yang dikontrol melalui teknologi digital.
Desakan terjadinya liberalisasi di sektor Ketenagakerjaan merupakan akibat dari perubahan situasi ekonomi dan politik terutama di bidang teknologi digital. Shifting industri Tidak Bisa dihindarkan di tengah derasnya arus perubahan teknologi digital yang yang merubah wajah industri secara global maupun di Indonesia. Indonesia sendiri melalui kebijakan Perindustrian mendorong adaptasi terhadap perubahan teknologi 4.0 di dalam dunia industri. Di Indonesia sendiri pemakaian teknologi 4.0 belum merata, kebanyakan teknologi bersifat digitalisasi ini beraktivitas dalam produksi layanan jasa seperti layanan transportasi layanan logistik layanan pengiriman layanan pendidikan layanan konsultasi kesehatan dan berbagai layanan lainnya.
Di dalam industri sendiri perubahan mulai terjadi untuk perusahaan-perusahaan nasional perusahaan MNC lebih cepat beradaptasi untuk mengganti teknologi digital ketimbang perusahaan-perusahaan Indonesia yang merupakan perusahaan cangkang atau perusahaan subkontraktor dari perusahaan intinya. Perubahan teknologi ini juga mendorong perubahan kebijakan yang selama ini memiliki rantai produksi yang jelas kemudian berganti dengan longgarnya kebijakan ada pekerjaan-pekerjaan yang yang tidak bisa digantikan oleh pekerja sementara kerja yang bersifat musiman. Banyak perusahaan tetap mempertahankan industri harus menekan ongkos produksi terutama upah buruh diperusahaannya.
Implementasi Digitalisasi
Implementasi digitalisasi dalam sektor industri di Indonesia masihlah terbatas pada pelayanan jasa pada umumnya seperti marketplace, logistik dan layanan konsultasi. Dalam diskusi dengan serikat buruh di indonesia, beberapa perusahaan mulai menerapkan teknologi digital dalam kerja manejerial adminsitrasi perusahaan, seperti absensi, laporan dan berbagai skema manejerial lainnya. Beberapa yang mulai menggunakan teknologi berbasis digital masih sedikit, hampir masih harus melalui proses otomatisasi didalam line pekerjaan. Namun di sektor realnya mulai banyak perusahaan yang di gantikan oleh tangan-tangan robotik untuk mengerjakan pekerjaan mereka.
Perusahaan yang bersifat Hi-Tech di indonesia sedang menjadi industri kartel yang berusaha mempertahankan dominasi mereka terkait penguasaan data. Seperti Unicorn yang berhasil mendorong valuasinya yaitu GOTO (Gojek dan Tokopedia), Traveloka, dan Bukalapak.com. investor juga masih dari kelompok yang sama seperti JD.id, Astra Internasional, Hera Capital, East Ventures, Emtek Group, Alibaba, Temasek, Tencent, hingga Google. Hal ini membuat dominasi digital harus dikontrol oleh pemerintah dan masyarakat telah beralih menjadi kontrol perusahaan multinasional, ketika dampak buruk muncul maka keduanya belum mampu merespon dan memaksa industri digital yang berbasis AI untuk bertanggung jawab penuh dalam mengendalikan dampak tersebut.
Praktikpenggunaan digitalisasi dalam sistem kerja terlihat dalam skema usaha peminjaman keuangan. Beberapa pekerja mendaftar secara online dan terdaftar hingga panduan kerja di sampaikan melalui email dan aplikasi. Hingga terjadi pemutusan kerja buruh yang bekerja sebelumnya kehilangan akses terhadap aplikasi dan akhirnya dinyatakan telah diputus kerja dengan perusahaan. Hal ini berlaku untuk pekerjaan yang bersifat layanan.
Kondisi Umum Paska Putusan Mahkamah Konstitusi
Liberalisasi kebijakan untuk penciptaan lapangan kerja mendorong perkembangan terciptanya Omnibus law UU Cipta Kerja pada 5Oktober 2020. Setahun kemudian di vonis melanggar konstitusional oleh majelis konstitusional dengan status inkonstitusional bersyarat. Hal ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji formil UU cipta Kerja yang telah 91/PUU-XVII/2020 tentang pengujian formil UU no.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Mekanisme hukum Omnibuslaw telah dinyatakan melanggar konstitusi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap UU Cipta Kerja No.11 tahun 2020. Tetapi pelaksanaannya tetap berjalan dengan garansi pemerintah melalui Surat Edaran Mendagri No. 188/1518/OTDA tentang Identifikasi Perda dan Perkada, dan surat edaran No.5 tahun 2021 tentang pemberlakuan rumusan hasil rapat pleno mahkamah agung tahun 2021 sebagai pedoman tudas bagi pengadilan.
Melihat hal tersebut banyak aturan yang seharusnya telah di cabut tetap berlaku. Dampaknya adalah aturan di industri tetap menggunakan UU cipta kerja. Diluar itu banyak buruh yang mengalami ketidakadilan karena seperti pengaturan pengupahan yang masih menggunakan PP No.36 tahun 2020 untuk mengatur upah minimum tahun 2022. Selain itu beberapa aturan seperti PKB, dan perselisihan lain juga masih menggunakan aturan ini. Sehingga buruh mengalami ketidakpastian hukum.
Ketidakpastian hukum ini tidak saja soal hubungan kerja dan pengupahan. Hingga banyak perselisihan ketenagakerjaan mulai dari level perusahaan harus buntu dikarenakan tidak adanya persetujuan bersama terkait landasan hukum. Namun perdebatan itu banyak berujung intimidasi hingga pemutusan kerja. Hingga saat ini implementasi peraturan turunan yang telah terbit tetap dianggap sah oleh pemerintah dan perusahaan.
Keadaan ironis ini semakin menekan buruh ditengah harga-harga mengalami kenaikan sedangkan buruh semakin terjepit dengan kondisi krisis paska pandemi ini. Dalam rangka menahan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, maka pemerintah memberlakukan antisipasi terhadap gelombang penolakan terhadap buruh diredam sehingga pekerja ketakutan di PHK dan juga enggan untuk melakukan penolakan dan tuntutan normatif.
Pada dasarnya buruh di indonesia masih membutuhkan perlindungan. Perlindungan terhadap proses kerja, perlindungan pada kepastian hubungan kerja dan perlindungan pada upah buruh yang layak. Dengan UU cipta Kerja sistem perburuhan banyak berubah sehingga terjadi degradasi hak dalam segala segi di dunia ketenagakerjaan di indonesia. Hingga saat ini untuk memperjuangkan haknya, buruh melawan pemberlakuaan UU Cipta kerja yang merupakan UU penjamin liberalisasi terus di tuntut oleh buruh indonesia untuk dicabut secara keseluruhan.
Informasi Lebih lanjut:
Muslim Silaen
Koord. Riset dan Advokasi Untuk Isu Perburuhan dan Perdagangan Jasa
Indonesia for Global Justice