Jakarta, 6 Juni 2022 – Perundingan Indonesia – European Union CEPA (IEU CEPA) sudah berjalan hingga 11 putaran perundingan. Indonesia for Global Justice (IGJ) bersama-sama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi telah mengadakan audiensi dengan Direktorat Perundingan Bilateral, Kementerian Perdagangan RI pada 25 Maret 2022.
Dari sisi Pemerintah, pertemuan ini dihadiri oleh Bapak Johni Marta sebagai Direktur Perundingan Bilateral, Kementerian Perdagangan RI. Sedangkan dari sisi kelompok masyarakat sipil turut hadir perwakilan dari Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesia Aids Coalition (IAC), dan Serikat Petani Indonesia (SPI).
Dalam audiensi ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi menanyakan beberapa perkembangan terbaru dalam negosiasi IEU CEPA, diantaranya soal isu pertanian dalam relasinya dengan UPOV Convention, isu investasi, isu omnibus law, isu perdagangan barang hingga isu lingkungan yang berkorelasi dengan usulan Uni Eropa terkait Carbon Border Adjustment Measure (CBAM). Dalam audiensi ini, Kelompok Masyarakat Sipil juga terus mengingatkan Pemerintah agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang akan berdampak pada rakyat luas, dan Pemerintah juga harus transparan dalam setiap proses negosiasi serta pentingnya menjaga kedaulatan rakyat.
Selanjutnya, Direktur Perundingan Bilateral, Bapak Johni Martha menyampaikan perkembangan perundingan IEU CEPA, yang selama 2020 – 2021 perundingan dilakukan secara virtual. Menurutnya, proses perundingan berjalan dengan alot karena perbedaan dari kedua belah pihak.
Dalam audiensi ini, beliau menyampaikan ada tiga situasi perkembangan dalam proses negosiasi menurut Johni Martha, yaitu: Pertama, akses pasar barang sudah ada pertukaran initial over dan kedua pihak sedang dalam fase mempelajari tawaran masing-masing. Kedua, untuk perdagangan jasa dan investasi, sedang pertukaran initial over, tetapi untuk government procurement belum dilakukan; Ketiga, untuk bab perdagangan barang baru membahas setengah bagian dari substansi. Setengah bagian itu termasuk membahas pasal tentang SPS, telecommunication service yang spesifik soal digital cloud dan Trade Facilitation.
Menurut Johni Martha, Isu dalam bab Intellectual Property Rights (IPR), Dispute settlement, Trade and Sustainable Development (TSD), dan Energy and Raw Materials tidak mengalami banyak kemajuan. Disisi lain, Uni Eropa juga telah mengusulkan dalam meja perundingan untuk membahas kebijakan baru yang berlaku di wilayahnya, yaitu Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dan kebijakan Deforestation Free Product. Bapak Johni menyampaikan negosiator masih mendalami maksud dari kebijakan CBAM tersebut. Menurutnya, isu ini diluar dari kesepakatan cakupan joint study yang dilakukan sebelumnya.
Dari sisi perwakilan kelompok masyarakat sipil menyoroti beberapa upaya EU yang terus memaksakan negosiasi ini agar mengadopsi ketentuan TRIPS Plus. Tentu ini berpotensi membahayakan bagi semua orang karena akan menghambat akses obat murah dan terjangkau bagi rakyat. Terlebih lagi, situasi pandemi saat ini menuntut agar masyarakat luas lebih mudah mengakses obat murah dan terjangkau bagi semuanya. Bila aturan TRIPS Plus diterapkan dalam perjanjian IEU CEPA ini akan mengancam nasib jutaan orang.
Berkaitan dengan isu tersebut, kelompok masyarakat sipil telah mengirimkan surat ke Komisioner Uni Eropa menjelang perundingan. Surat yang dikirimkan itu menegaskan bahwa tidak boleh memasukkan klausul TRIPS Plus dalam proses negosiasi IEU CEPA.
Selain ancaman TRIPS, IEU CEPA juga mendorong Indonesia untuk bergabung di The International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV ). Koalisi menilai bahwa beberapa mekanisme dalam organisasi benih ini berpotensi membuat benih nasional kehilangan kedaulatannya dan juga akan mengancam Petani indonesia. Afgan fadila dari Serikat Petani Indonesia (SPI) menyampaikan bahwa pemerintah harus berhati-hati terhadap pengajuan ini. Berikutnya afgan juga mengkonfirmasi bagaimana perkembangan atas tawaran tersebut dalam perjanjian. Johni langsung menjawab jika pemerintah menyatakan tidak tertarik untuk bergabung dalam organisasi ini, namun memang eropanya terus berupaya memastikan kita untuk tetap bergabung ke UPOV.
Dalam audiensi ini kelompok masyarakat sipil juga menyinggung soal Omnibus Law yang turut menjadi menjadi konsern dalam perundingan, selain kebijakan-kebijakan terbaru Uni Eropa. Sebab, pada November 2021 Mahkamah Konstitusi telah menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat. Untuk itu, jangan dijadikan landasan UU Cipta Kerja ini dalam beberapa negosiasi FTAs termasuk salah satunya dalam Perundingan IEU CEPA. Karena UU Cipta Kerja membuka lebar liberalisasi dan berpotensi merampas kedaulatan ekonomi rakyat.
Informasi lebih lanjut, hubungi:
Rahmat Maulana Sidik, Direktur Eksekutif IGJ – rahmat.maulana@igjadmin
Muslim Silaen, Program Officer IGJ – muslim.silaen@igj.or.id
Indonesia for Global Justice (IGJ)
Jl. Kalibata Tengah 1A, Kel. Kalibata, Kec. Pancoran, Jakarta Selatan.
DKI Jakarta. 12740.