Mengingat urgensi dan parahnya berbagai krisis yang masih harus hadapi, solusi dan tanggapan pemerintah dunia terhadap masalah utang publik masih sangat tidak memadai. Di tengah kenaikan suku bunga dan dampak perang geopolitik yang masih terus berlanjut, masalah utang masih menjadi sorotan.
Lebih dari $300 miliar dihabiskan setiap tahunnya oleh negara belahan dunia selatan untuk membayar utang publik termasuk utang luar negeri kepada aktor pemberi pinjaman bilateral dan multilateral seperti Bank Dunia dan IMF, bank swasta, spekulan, dan investor dalam obligasi dan sekuritas pemerintah. Banyak negara-negara berkembang dan kurang berkembang saat ini berada dalam tekanan utang atau bahkan dalam krisis gagal bayar negara.
Sementara di tengah tantangan dan ketidakpastian global ini, belum ada kemajuan menuju arsitektur keuangan global untuk membangun ketahanan keuangan yang kuat dan utang yang berkelanjutan. Dan hal ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap kemampuan pemerintah untuk mengatur kebijakan fiskal dalam mengatasi berbagai krisis saat ini untuk melawan keadilan sosial dan ekonomi, dan mengejar kehidupan yang bermartabat.
Selain itu, dalam berbagai kesempatan pertemuan Organisasi Internasional terutama seperti G20 masih kontraproduktif. Oleh karena itu, atas nama masyarakat sipil, pada kesempatan ini kami ingin mencatat beberapa poin dan menanggapi Deklarasi G20 Bali dan Rangkuman Rapat Gubernur Bank Sentral Menteri Keuangan mengenai beban utang negara mayoritas di Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah.
Kami menganggap bahwa Debt Suspension Service Initiative (DSSI) telah gagal untuk mengatasi masalah tekanan utang, dimana kami menghargai kelanjutan dialog untuk lebih menekankan pada komitmen maupun janji negara-negara maju pada penyaluran dana Hak Penarikan Khusus/ Special Drawing Rights (SDR) melalui program Resilient Sustainable Trust (RST) dan Poverty Reduction Growth Trust (PRGT). Namun, para pemimpin G20 masih belum sanggup membuat resolusi yang lebih mengikat atas keterlibatan banyak Bank Pembangunan Internasional dan aktor lainnya. Ditambah lagi, belum adanya pembahasan kembali mengenai kebijakan pengetatan anggaran yang sudah lama menjadi kritik di dalam syarat penyaluran dana IMF yang terbukti merugikan kesejahteraan dan ruang pemerintah dalam mengatur ruang fiskalnya.
Khusus untuk Proposal G20 pada Common Framework beyond DSSI atau Kerangka Umum, kami menilai bahwa prinsip comparability of treatment yang masih berbasis sukarela sangat tidak koheren. Kami merujuk pada minimnya peran pemberi pinjaman swasta dalam mekanisme tersebut. Secara umum, kami sangat tidak puas dengan komitmen untuk memberikan perlakuan utang dengan persyaratan yang setara untuk memastikan pembagian beban yang adil sejalan dengan prinsip yang masih ditawarkan secara sukarela.
Belum lagi, mekanisme Transparansi Utang dengan melihat upaya sektor swasta yang telah menyumbangkan data ke Data Repository Portal bersama Institute of International Finance (IIF)/OECD saat ini belum mencukupi. Kami menganggap bahwa Principles for Stable Capital Flows and Fair Debt Restructuring yang disponsori oleh G20 dan IIF yang mendukung pendekatan kontraktual secara sukarela untuk restrukturisasi utang negara jelas tidak berhasil.
Ditambah lagi, pendekatan Lembaga pemeringkat kredit sebagai anggota IIF tetapi masih harus dipertanyakan sehubungan dengan dampak positif jangka panjang dari upaya restrukturisasi utang dan dampak negatif dari penundaan restrukturisasi utang. Namun demikian, G20 masih mengandalkan upaya IIF untuk penyelesaian masalah utang, memberi mereka kreditor swasta akses istimewa ke kelompok kerja jalur keuangan G20, seminar, konferensi, dan kepresidenan G20.
Oleh karena itu kami menyimpulkan dukungan pertimbangan G20 untuk melanjutkan dan mendorong peran IIF dengan tetap mendorong mekanisme yang tidak mengikat atau sukarela, kami anggap telah gagal selama bertahun-tahun dan telah berkontribusi terlalu sedikit.
Kami menyesalkan tidak adanya diskusi yang serius dan inklusif untuk arsitektur hutang internasional yang baru dan kemajuan Kerangka Bersama terutama terutama diluar tiga negara, Zambia, Ethiopia dan Chad yang dejalan dengan peran di bawah Organisasi PBB yaitu UNCTAD’s Debt Sustainability Analysis dan tidak hanya mengandalkan Peran IMF dan Bank Dunia.
Sampai saat ini, belum ada strategi untuk menyempurnakan desain dan implementasi G20 Common Framework, yang sejauh ini masih berjalan di tempat dan tidak berhasil, Ditambah dengan pertemuan G20 yang dilakukan secara tidak inklusif dan sangat minim peran organisasi masyarakat sipil. Selain itu, kami menilai bahwa komunike C20 tidak ditanggapi dengan serius. Ditambah lagi adanya pengetatan ruang sipil untuk terjun dalam penyaluran aspirasi yang melanggar hak-hak asasi dengan adanya kekerasan selama KTT G20 berlangsung.
Untuk tujuan ini, kami mendesak negara-negara anggota G20 untuk membangun pendirian dan komitmen melalui:
- Membentuk paket keringanan utang baru seperti penghapusan utang untuk komitmen dan tindakan perubahan iklim, dan mempercepat peningkatan G20 Common Framework seperti memperluas akses ke negara-negara lain yang rentan terlilit utang, menyediakan penangguhan utang selama negosiasi restrukturisasi utang untuk swasta maupun bilateral dan multilateral kreditur, mengklarifikasi dan menegakkan perbandingan perlakuan oleh kreditur swasta, memberikan perlindungan legislatif dan dukungan keuangan kepada negara-negara debitur yang perlu default pada kreditur bandel, sementara pembatalan utang dan restrukturisasi dari kreditur lain harus dilanjutkan.
- Mendesak untuk mempercepat komitmen pada target G20 pada janji US$ 100 miliar pada RST dan PRGT menyalurkan kembali SDR tanpa kebijakan atau beban yang tidak semestinya.
- Menyerukan mekanisme yang lebih mengikat atau non-sukarela bagi keterlibatan kreditur swasta dalam transparansi utang dan strategi restrukturisasi utang.
- Membentuk mekanisme yang lebih multilateral dalam penilaian dan mekanisme keringanan utang. Penilaian inklusif harus dilakukan oleh UNCTAD, organisasi ekonomi regional PBB, IMF dan FSB Financial Stability Surveillance Framework, serta oleh negara berutang, akademisi independen, dan masyarakat sipil.
- Mendorong pemerintah presidensi G20 selanjutnya untuk memberikan ruang sipil dan tidak menghalangi aspirasi masyarakat sipil untuk ikut berdemokrasi dan menyalurkan opininya dalam proses sebelum bahkan di saat KTT G20 berlangsung.
Oleh karena itu, kami tidak akan pernah bosan untuk terus mendesak komitmen baru untuk memperpanjang jendela penghapusan dan keringanan utang untuk menciptakan proses yang tepat dan memungkinkan penyelesaian yang adil, komprehensif dan mengikat dalam kasus tekanan utang dan merancang keringanan utang bagi negara-negara yang membutuhkan yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam konteks ini, kami menekankan tanggapan pada hasil deklarasi KTT G20 untuk mendesak para pemimpin G20 agar membuat paket kebijakan baru terhadap mekanisme keringanan utang yang sepadan dalam skala dan ruang lingkup selama dan pasca krisis COVID-19.
Penulis : Komang Audina Permana Putri
Indonesia for Global Justice