Jakarta, 12 April 2023. Indonesia for Global Justice mengadakan acara semiloka bersama rekan-rekan CSO untuk menimbang kembali kerentanan dominasi utang domestik Pemerintah yaitu penerbitan surat utang yang ternyata tidak dapat dibilang aman atau baik-baik saja. Masih terdapat beberapa faktor yang patut diperhatikan yang dapat menunjukan kerentanan dominasi penerbitan surat utang domestik tersebut.
Sebelumnya, IGJ telah mengadakan webinar untuk mengupas bentuk utang publik Indonesia secara keseluruhan termasuk utang luar negeri, utang domestik dan utang swasta Indonesia telah dibahas tuntas. Namun, dorongan mengenai kondisi saat ini mengenai dominasi bentuk penerbitan utang domestik telah membuat masyarakat sipil bertanya-tanya apakah dominasi tersebut dapat dikatakan aman?
Menurut ekonom INDEF, Eko Listyanto yang menjabarkan komposisi keseluruhan surat utang domestik Pemerintah Indonesia, 33 persen dipegang oleh Bank Komersial domestik dan 17 persen dipegang oleh Bank Indonesia. Dimana hal ini berarti hampir 50 persen lebih surat utang tersebut tidak dipegang oleh retail atau belum diputar dalam perekonomian masyarakat. Jika melihat data utang luar negeri Indonesia juga, setengah dari total dipegang oleh swasta dimana tersebut dapat mempengaruhi nilai tukar Rupiah jika terdapat aktifitas outflow modal yang tinggal.
Ditambah lagi menurut laporan penelitian Banks for International Settlement (BIS), analisa mengenai kategori bentuk utang domestik (berdasarkan mata uang domestik) belum dapat dipastikan lebih aman jika dibandingkan dengan utang luar negeri karena kompleksnya faktor yang mempengaruhi dan kurangnya data penemuan analisis. Terdapat banyak kasus negara yang masih mengalami gagal bayar yang diawali dengan kenaikan utang domestik walaupun secara umum gagal bayar terjadi akibat kerentanan utang luar negeri.
Belum lagi kondisi kenaikan utang pemerintah yang dapat dilihat dari 10 tahun yang semakin meningkat tanpa adanya penurunan angka kemiskinan. Peneliti isu utang IGJ, Komang Audina Permana Putri melihat catatan utang pemerintah belum memberikan data lengkap mengenai proyek-proyek realisasi pembangunan infrastruktur maupun transisi energi yang memakai skema pembiayaan melalui utang. Skema-skema pembiayaan yang semakin banyak jenisnya secara tidak langsung dapat mempengaruhi anggaran Pemerintah. Kondisi kesehatan keuangan BUMN yang menjadi rentang karena pengaruh beban kerjasama proyek infrastruktur juga menjadi perhatian penting saat ini. Seperti peneliti utang, Edy Burmansyah yang menekankan betapa beratnya beban sistem penjaminan pemerintah dalam proyek Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Selanjutanya, pada pembicara CSO Regional APMDD, Mae Buaneventura juga menekankan bahwa utang tidak hanya ditabur paska pandemi covid-19 namun jauh sebelum itu baik pada negara maju maupun berkembang. Namun, pandemi telah memperparah kondisi kerentanan utang yang menunjukan ketidaksiapan khususnya negara-negara berkembang untuk menghadapi dampak covid-19 tersebut.
Melihat kondisi utang pemerintah Indonesia saat ini seharusnya tidak dapat terlepas dari bagaimana fluktuasinya kondisi keuangan global yang juga dapat mempengaruhi kondisi utang publik dan utang kepilikan swasta secara keseluruhan. Belum lagi dengan beragamnya skema pembiayaan pembangunan dan transisi energi yang masih membutuhkan banyak biaya dan modal asing secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan anggaran publik.
Komang Audina Permana Putri
Program Officer on Debt Issue – Indonesia for Global Justice